SEMARANG- Pengurus baru DPP HIMKI (Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia) masabakti 2020 – 2023 menyatakan akan lebih intensif bermitra dengan pemerintah dan seluruh stakeholder terkait. Diantara stakeholder yang dimaksud,yaitu terdiri dari para pelaku industri mebel sekala besar, menengah dan kecil, para pelaku industri kerajinan nasional, para desainer, media, organisasi kemasyarakatan, institusi desain serta institusi terkait untuk mengawal pertumbuhan industri mebel dan kerajinan nasional agar menjadi yang terbesar di Kawasan Regional dan yang terdepan di dunia.
‘’Upaya perlu dilakukan kemitraan secara intensif ini untuk meningkatkan daya saing industri mebel dan kerajinan nasional di pasar global,’’kata Sekretaris Jenderal HIMKI,Heru Prasetyo dalam keterangan pers yang diterima redaksi Intifocus.com,Senin (21/9/2020).
Menurut Heru, upaya meningkatkan daya saing ini sudah diupayakan sejakHIMKI dibentuk.,Bahkan HIMKI sendiri sudah banyak berjuang dalam mewujudkan industri mebel dan kerajinan di dalam negeri menjadi industri yang maju dan berkembang, namun usaha itu belum berhasil maksimal sesuai yang diharapkan bersama.Karena itu, untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan kerja lebih keras
Heru menyampaikan, sebenarnya sektor industri mebel dan kerajinan nasional dapat mejadi salah satu pilar kekuatan ekonomi nasional, mengingat Indonesia memiliki bahan baku bagi industri mebel dan kerajinan yang cukup melimpah. Namun di sisi lain industri mebel dan kerajinan Indonesia juga mampu menghasilkan devisa dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar. Namun dalam kenyataannya untuk mengembangkan industri ini cukup sulit dan banyak mengalami berbagai kendala.
Heru menegaskan, sebagai pelaku usaha yang mempunyai kepedulian yang sangat tinggi terhadap keberadaan dan keberlangsungan industri mebel dan kerajinan Indonesia, pengurus HIMKI bersama dengan para anggota tidak dapat menutup mata dan telinga terhadap berbagai hal yang bukan saja berdampak langsung pada usaha masing-masing pada khususnya, tetapi terlebih lagi adalah pada industri ini secara keseluruhan.
‘’Betapa risaunya kita ketika membandingkan dengan pencapaian yang berhasil diraih oleh negara-negara tetangga untuk industri yang sama, seperti halnya China dan Vietnam. Kami yakin hal tersebut tidak perlu terjadi dan bahkan dengan segala potensi yang ada di negara kita, tentunya kalaupun tidak dapat melampaui pencapaian mereka, setidak-tidaknya dapat menyamainya. Hal ini telah sangat disadari oleh kita bersama yang kebanyakan merupakan pengusaha profesional, juga bisa dikatakan pengusaha pejuang, yang ingin melihat industri ini menjadi tuan di rumahnya sendiri,’ujar Heru.
Heru menuturkan, HIMKI berharap potensi ekspor industri mebel dan kerajinan nasional tumbuh hingga 5 miliar dolar AS atau sekitar Rp 74 triliun dalam kurun waktu lima tahun mendatang bisa tercapai, sepanjang pemerintah tidak menghambat pelaku industri mendapatkan bahan baku kayu legal yang kompetitif. Untuk itu, kalangan pelaku industri mebel dan kerajinan meminta dihilangkannya sejumlah regulasi ekspor yang akan menekan kinerja untuk mendapatkan nilai tambah yang maksimal.,
Anggota Presidium HIMKI, Satori menambahkan,pengurus HIMKI akan terus berjuang dan terus bersuara agar ekspor bahan baku tidak dibuka. Para pelaku berharap pemerintah konsisten dan serius mendukung primadona ekspor dengan cara mengkaji ulang untuk tidak membuka ekspor bahan baku.
‘’Industri mebel dan kerajinan di dalam negeri terancam kekurangan bahan baku.Bahkan ancaman itu untuk jangka panjang semakin nyata. Apalagi, berdasarkan informasi yang kami dapatkan, Kementerian Perdagangan telah menyusun Permendag yang terkait ketentuan ekspor bahan baku kayu (log) dan posisinya sudah di Kementerian Hukum dan HAM. Draft terakhir Permendag tersebut menyepakati untuk perluasan penampang khusus untuk kayu merbau dan meranti (merah, kuning dan putih). Perluasan itu naik dari 10.000 mm menjadi 15.000 mm yang akan berlaku hingga Desember 2021 yang akan dievaluasi kembali,’’tutur Satori.
Menurut Satori jika Permendag tersebut disetuji sangat berpotensi mematikan industri mebel dan kerajinan, karena kehilangan bahan baku, ketergantungan impor, dan pengurasan devisa untuk impor bahan baku kayu.
‘’Kalau ini didiamkan, Indonesia akan kehilangan salah satu primadona ekspor. Untuk itu, pelaku industri mebel dan kerajinan nasional, terus berjuang dan terus bersuara agar ekspor bahan baku tidak dibuka. Para pelaku berharap pemerintah konsisten dan serius mendukung primadona ekspor dengan cara mengkaji ulang untuk tidak membuka ekspor bahan baku.,’’kata Satori.
Persoalan lain yang diperjuangkan pengurus HIMKI,ujar Satori, yaitu meminta aturan soal Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) di hilir dicabut karena di hulu audah diberlakukan. Alasannya pengusaha sudah membeli bahan baku dari industri hulu.
Pengurus HIMKI,tambah Satori berharap adanya kebijakan pemerintah yang mampu mendorong tranformasi proses produki industri yang saat ini hampir sepenuhnya dikerjakan secara manual menuju penggunaan teknologi yang jauh lebih efisien seperti Computer Numerical Control (CNC) Carving Machine. Teknologi ini merupakan sistem otomasi mesin perkakas yang dioperasikan oleh perintah yang diprogram secara digital.
‘Teknologi CNC sekarang ini dikembangkan pada industri mebel dam kerajinan oleh China dan sejumlah negara lain. Dengan menggunakan teknologi CNC, China mampu melakukan lompatan besar karena produktivitas naiknya naik tajam dan kini menguasai sekitar 39 persen nilai pasar global mebel yang kini sekitar 450 miliar dolar AS per tahun. Dengan menggunakan teknologi CNC, perusahaan mebel China mampu menyelesaikan pengerjaan satu pintu hanya dalam 4 jam-5 jam, sementara di Indonesia yang mengandalkan teknologi manual membutuhkan waktu 3-4 hari.
‘’Penggunaan teknologi manual selama ini telah menjadi salah satu penyebab utama rendahnya daya saing industri mebel nasional. Akibatnya, sumber daya alam yang melimpah seperti kayu dan rotan sebagai bahan baku utama industri mebel tidak bisa menjadi andalan keunggulan industri ini di pentas global. Padahal, dari sisi bahan baku Indonesia jauh lebih unggul dibandingkan China dan Vietnam,’’imbuh Satori.(L. Supaeli).
733 kali dilihat, 1 kali dilihat hari ini